Hari terakhir di Kashmir. Kok sedih ya mau pulang? Stop lupakan si abang ganteng. Ini serius sedih, perasaannya seperti saya sudah tinggal lama di Kashmir dan harus meninggalkan itu semua. Saya juga heran mengapa perasaan keterikatan itu bisa muncul, mungkin karena orang-orang disana super ramah, mungkin juga karena makanan yang disediakan tidak beda jauh dengan makanan Indonesia, mungkin juga pengaruh cuacanya yang dingin-dingin romantis sehingga membaur dengan diri saya yang melankolis, mungkin juga suasana Islami yang kental hingga membuat saya merasa tenang *90% masyarakat Kashmir beragama Islam dan tidak jarang saya mendengar suara ngaji di tiap masjid*. Ah apapun kemungkinan yang ada, saya sudah jatuh cinta dengan Kashmir. Dan bertekad, jika ada kesempatan lagi mengunjungi India, maka Kashmir berada di list teratas untuk tempat yang akan saya datangi.
Penerbangan ke New Delhi menggunakan Indigo pada jam 2pm. Kami dijemput sekitar jam 12an. Jadinya, kita masih punya kesempatan foto-foto di housebot. Ukiran kayu di Houseboat ini indah sekali, penuh dengan cita rasa seni. Saya aja sampai mikir, ini kalau di Indonesia perlu berapa uang nih, dengan ukiran semewah ini. FYI, kayu merupakan eksport terbesar di Kasmir
Jam menunjukkan jam 12 siang, saatnya meninggalkan cutty sark. Huhuhu sedih... Sampai berjumpa lagi cutty sark
Ada
cerita seru yang ingin saya bagi disini tentang bandara di Kashmir. Jadi
ditengah perjalanan menuju bandara, si abang guide yang tampan nan bening,
turun di tengah jalan, pamitan tidak bisa ngantar sampai bandara. Sebel juga,
tugas guidekan harus check-in kan pesawat tamu. Tapi ya sudahlah, mungkin saja
ia ada keperluan yang super mendesak. Lagi menikmati kanan kiri jalanan
Kashmir, tiba-tiba macet, pas saya cek ternyata macet untuk masuk ke areal
bandara. Si pak sopir pun meminta tiket kami, katanya dipintu masuk areal
bandara akan diperiksa. Mendekati pintu masuk areal bandara, ada tulisan
Kashmir Airport dan polisi banyak berjaga disana, saya yang mengganggap ini
keren untuk diabadikan pun segera mengeluarkan kamera, tiba-tiba si sopir
teriak "No Camera", sambil menunjuk papan peringatan gambar kamera
yang disilang. Ok suasana masih normal. Sampai akhirnya setelah melewati pintu
masuk areal bandara, saya dan mbak rie disuruh turun diikuti dengan koper dan
barang-barang bawaan yang ikut diturunkan dari mobil, ternyata ada pengecekkan
sensor infrared dan itu semua dilakukan secara terburu-buru. Selesai di
periksa, kami pun dipersilahkan naik ke mobil lagi menuju gedung bandara. Tiba
di pelataran gedung, si sopir pamitan dan bilang yang boleh masuk ke gedung
hanya penumpang pesawat. Pada saat kami say goodbye sama pak supir, ada orang
menghampiri dan mengatakan bahwa didalam gedung, jaringan telpon seluler akan
mati, jadi jangan heran jika didalam tidak ada signal. Mhhhh saya hanya bisa
bergumam "kerennya sistem negara orang".
Kamipun
segera mencari, barisan penumpang pesawat Indigo, dan saya ingat jelas sekali
tahap-tahap yang dilewati dibandara ini, setelah pemeriksaan sensorinfrared
"dadakan" dipintu masuk areal bandara, ada pemeriksaan sensorinfrared
(lagi) dipintu masuk gedung, setelah itu pengecekkan imigrasi, dilanjutkan
dengan check-in, kemudian sensorinfrared (lagi), lalu pemeriksaan tas yang akan
kita bawa di kabin pesawat *padahal sudah dicek beberapa kali di
sensorinfrared, mungkin supaya lebih jelas dan aman, jadi tas kita dibongkar
isinya*. Kemudian kami disuruh masuk ke ruangan dimana diatas pintu ruangan
tersebut tertulis Baggage Check, pas saya masuk ternyata itu luar ruangan dan
disana terdapat banyak koper dan tas. Oalah barulah kami tahu, ternyata disini
kita memeriksa sendiri barang kita, jadi sipetugas melihat kode bagasi kita
yang ditempel di kartu check-in, lalu dicarikan barang kita yang sesuai dengan
kode yang kita punya, setelah dapat barang kita dan kodenya cocok, maka kertas
kode bagasi kita disilang, yang menandakan barangnya ada dan siap dimasukkan ke
bagasi pesawat. Ini salah satu cara agar barang kita dibagasi aman dan tidak
hilang. Aduh, Indonesia harus banyak belajar banyak dari sini nih. Selesia
pengecekkan bagasi, kamipun langsung menuju ke ruang tunggu dan benar saudara
saudari signal telpon seluler tak terbaca, No Service. Mau foto-fotopun takut,
penjagaannya ketat bo', tentara berkeliaran dimana-mana. Btw, para tentara yang
jaga di bandara cucok bo'. Mancung putih tegap lebih mirip ke orang Pakistan
gitu. Pemandangan yang menetralkan perasaan disaat hati ini deg-degan dan
sedikit panik karena harus terburu-buru dan bingung pada sistem bandara di
Kashmir.
Tepat
jam 1.45pm kamipun dipanggil untuk boarding, ya penerbangan diluar negeri
selalu on time. Jangan pernah bandingkan dengan penerbangan Indonesia, kalau
tidak mau malu. Oh ya, perlu diketahui lagi, pada saat kami jalan menuju pesawat,
ternyata ada pemeriksaan sensorinfrared (lagi). Sungguh keren pengawasan dan
penjagaan dibandara ini. Berlapis-lapis. Tidak ada istilah lelet, semua harus
kita lakukan secara cepat dan terkoordinir. Ya mungkin karena Kashmir daerah konflik
menjadi salah satu alasan mengapa sistem dibandaranya begitu ketat.
Bye
Kashmir... Terimakasih ya atas segala kenangan yang telah terukir indah. Hiksss
Hiksss Hiksss... *nangis di sayap pesawat*... Eh tiba-tiba teringat sama si
abang guide. Oh pantas saja, ia pamitan ditengah jalan, kan untuk masuk areal
bandara hanya boleh penumpang pesawat dan sopir. Selain itu gak ada yang boleh
masuk. Ngerti saya sekarang. Gak jadi sebel deh sama si abang. Kiss Kiss dari
jauh ah buat si abang ;P
Tiba di New
Delhi jam setengah 4an, cek imigrasi, ambil bagasi dan kembali mencari orang
yang membawa kertas bertuliskan Ms. Annisa & Ms. Juwairiah. Ketemu dengan
perwakilan dari LPTI (Travel yang bertanggung jawab atas kami selama di India),
say hello, ngobrol sebentar. Lalu diantar ke mobil. Didalam mobil, kami minta
antarkan pak supir ke daerah Nizamuddin untuk mengunjungi tempat tujuan utama
datang ke India, makam bapak. Perjalanan dari bandara ke makam menempuh waktu
45menit. Terimakasih Ya Allah dengan bantuan pak sopir, untuk pertama kalinya
kami bisa mencium nisan bapak. Oh ya, pak supir kami bernama Pak Anil. Pak Anil
ini orangnya super baik, tulus, sangat mengerti kita, luar biasa deh. Sungguh
bersyukur bisa kenal dengan orang seperti Pak Anil. Senang rasanya dari hari ke
4 sampai hari terakhir kami kemana-mana selalu ditemani Pak Anil.
Kira-kira jam
7am kamipun siap berangkat ke Agra yang memakan waktu 4-5jam. Perjalanan
panjang dimulai. Saatnya kita.... Tidurrrrr... Zzzzzzzz.....
Sampai
di Hotel Mansingh Agra jam 11 lewat, sempat makan sebentar, sangking kilatnya,
penjaga restoran hotel bertanaya ke saya "Kenapa hanya sebentar? Apakah
makanannya tidak enak?". Bukan pak, bukan tidak enak, tapi diri ini lelah,
mata berkolaborasi antara ngantuk dan bengkak karena menangis jadi susah untuk
dibuka. Siap-siap aja pak besok pagi pada saat badan saya Fit, habis tuh
makanan saya lahap satu-satu ;D
0 komentar:
Posting Komentar