Vintagergous. World. Smile.

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!



Amazing Bromo

Jumat, 12 Oktober 2012

Saya sebenarnya udah lama mengagumi pesona Bromo yang kekagahannya sering saya nikmati di foto Kalender. Namun, rasa mendidih yang menggebu-gebu untuk menginjakkan kaki disana mulai tampak pada pertengahan tahun lalu. Ya, itu semua efek dari hobi saya nonton FTV dimana beberapa waktu kemarin itu super sering syuting di Bromo dan tanpa merasa berdosanya mereka memamerkan keindahan Bromo dengan tidak memperdulikan bagaimana  perasaan saya yang menonton. Beuhhhhhh, maka dari itu Bromo menjadi list teratas saya sebagai tempat yang wajib dikunjungi. Dan, setelah berunding dengan waktu, akhirnya terpilihlah libur lebaran yang akan digunakan untuk mengunjungi Bromo. Yes lucky me, mendapatkan jatah libur ngantor  1 minggu dan ijin 2 hari untuk lebaran kemarin.

The best moment in Bromo adalah menyaksikan sunrise di puncak Bromo. Jadi, untuk mendapatkan itu saya benar-benar mempersiapkan waktu serapih mungkin. Sesuai dengan rencana yang telah di buat, turun dari Tulungagung jam 10 malam. Berdasarkan panduan Maps dan pengalaman orang, waktu tempuh dari  Tulungagung ke Bromo sekitar 6 jam. Jadi diperkirakan sampai di Bromo, dengan bangsi naik ke puncak pas lah jam 4.15 subuh. Namun, benar kata orang tetua dulu, untuk mendapatkan sesuatu hal yang indah, jangan harap bisa didapat semudah masak air.  Kalian mau tahu, kami turun dari Tulungagung jam setengah 12 malam, dikarenakan supirnya baru datang dengan alasan yang saya sendiri pun tidak tau *tidak mau tahu tepatnya , karena keburu kalut duluan*. Alhasil sepanjang perjalanan, dimana yang lain teridur pulas, saya duduk tegap di kursi tengah mobil dengan berjuta-juta kali melirik jam dan terus memantau keberadaan kami via Maps. Ya, saya tegang dan cemas sekali membayangkan jika sampai di puncak promo mataharinya sudah terbit. Tidak, saya tidak mau perjalanan ini sia-sia, apalah arti saya ke Bromo bila tidak menyaksikan matahari terbit. God, mau nangis rasanya :(

Sampai di Bromo jam 4 lewat 5 *ya saya akui pak supir melaju dengan kecepatan super maksimal, sehingga bisa sampai di Bromo lebih cepat dari waktu umumnya*. Namun ketegangan belum berakhir pun kembali, hal ini disebabkan oleh arus naik menuju puncak padat, sehingga mengharuskan kita untuk turun dari mobil kemudian  jalan kaki bahkan lari agar sampai ke puncak tepat waktunya. Bukan sesuatu yang menyenangkan memang harus berlari di subuh buta dengan suhu udara yang super sejuk dan menanjak pula ditambah keadaan sekitar yang crowded. Di tengah perjalanan disertai nafas yang udah ngos-ngosan kami pun akhirnya memutuskan menaiki puncak dengan jasa ojek *dengan bonus jantung mau copot, karena si tukang ojek bawa motor seperti banteng yang ngeliat kain warna merah*.

Jam setengah 5 lewat 5 kami sudah ada di puncak dengan pemandangan berbagai macam jenis orang sibuk dengan tingkah masing-masing, yang menyamai ialah di tangan mereka ada yang dipegang, entah itu kamera atau pun HP. Ya, siapa saja pasti ingin mengabadikan salah satu moment terbaik yang pernah tertangkap oleh mata. Sempat bingung juga nyari tempat karena udah penuh tadi, tapi beruntung badan saya "mungil", sehingga bisa nyelap nyelip dan mendapatkan spot strategis. Kini saatnya menunggu si pemeran utama, matahari untuk tampil.

 
Subhanallah. Pertunjukkan yang Tuhan pertontonkan kali ini sungguh luar biasa indahnya. Matahari perlahan-lahan terbit dengan background langit yang bersih  disertai hamparan gunung dan awan terbentang. Terharu rasanya diberi kesempatan Tuhan menjadi saksi lahirnya hari ini. Saya benar-benar berbinar, sehingga ketika matahari terbit dengan sempurna, tanpa sadar tangan ini bertepuk dengan bebasnya. Ya mengingat bagaimana "kemarukan"  akan Bromo, saya merasa wajar hal-hal spontan itu terjadi.

Setelah melihat Sunrise, kami pun turun ke bawah melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi Pasir Berbisik dan Savanah.




 
Perjalanan Bromo pun berakhir ada kebahagiaan di sini, yang hanya hati saya bisa mengukur kebahagian itu. Saya benar-benar puas. Scene demi scene di FTV pun perlahan-lahan hidup di fikiran saya. Terimakasih Tuhan telah menginjinkan saya menginjakkan kaki disini. Menyentuh udara disini. Merekam tanpa editan oleh mata disini. Dan, terimakasih Tuhan karena sudah menciptakan alam semenakjubkan ini.

0 komentar:

Posting Komentar