Halo Semesta. Ini hari saya. Bukan hari spesial, tapi begitu membekas dihati. Semua cerita diblokir total oleh 2 kenyataan yang mungkin terperangkap dalam suatu kebetulan semata, dimana dengan kompak terjadi di tanggal yang sama, sehingga menghentak batin saya bahwa seyogyanya tak ada yang pantas dikeluh kesahkan mengingat ini semua rencana Tuhan.
Bagaikan sebuah tasbih kerinduan yang tak berkesudahan. Berpura-pura tak perduli melewati berbagai kisah tanggal 8 Agustus di beberapa tahun belakangan. Namun, batin ini tidak bisa bohong, selalu menengadah kelangit, berharap dapat melihat perayaan kecil-kecilan yang dibuat Tuhan untuk Bapak. Ya, masa terguncang oleh keruntuhan batin memang sudah (sedikit) teratasi. Kini saya meniup lilin yang asapnya siap dibawa angin menuju surga. Membungkus kado dalam kotak doa. Mengundang tamu dengan identitas malaikat. Menghias rumah mengandalkan dekorasi yang tersimpan dalam gudang nostalgia. Membuat nasi tumpeng beraroma khas keceriaan keluarga dengan formasi lengkap. Dan tentunya, berucap dengan lembut diiringi lukisan senyuman, Selamat Ulang Tahun Bapak. Cahaya saya yang tak pernah redup termakan pekat. Sampaikan juga salam rindu meledak-ledak saya untuk Ibu.
40 hari sudah nadimu tak berdenyut baiu. Tapi, saya pastikan saat ini dan beribu-ribu hari kedepan, melodi kenangan kita bersama tetap berdenyut mengiringi tapak demi tapak untuk menghadapi kerasnya petir dan memetik pelangi. Satu kesan yang tak pernah lelah mengukir sejarah, kau sahabat yang dititipkan secara misterius. Datang dengan memberikan secercah luapan jiwa kebahagiaan yang penuh dengan empati. Kemudian pergi dengan jawaban yang masih dipertanyakan. Oh saya lupa, kau sedang membangun jembatan dari tempat ku berdiri menuju surga. Dimana, setiap pemberhentian selalu memberikan jawaban dari berjuta pertanyaan. Sehingga, suatu saat ketika kita reuni tak perlu ada lagi tanya, cukup diam dan biarkan roh kita saling beradu tawa tanpa ada batasan waktu.
0 komentar:
Posting Komentar