Ini
bukan musim gugur, tapi dedaunan berlomba-lomba kering tanpa sadar telah
menelanjangi pohon.
Ini
bukan cerita thriller pembunuhan, tapi rasanya ingin segera keluar dari dalam
bioskop untuk segera menyudahi film.
Ini
bukan demo masyarakat, tapi begitu banyak hati yang memberontak dan raungan
yang tercabik-cabik.
Ini
bukan bulan Februari, tapi hari dengan teganya pergi berlalu begitu cepat tanpa
memberikan kesempatan kita untuk mengulang.
Ini
bukan senja, tapi berangsur-angsur sunyi dan berlahan-lahan menghapus sinar
matahari dengan pekatnya gelap.
Ini
bukan emas, tapi begitu mahal harganya sehingga timbul penyesalan ketika
menyadari bahwa emas ini bukan milik kita lagi.
Ini
bukan kaca, tapi harus tetap dijaga, begitu pecah maka hancur berkeping-keping
tanpa syarat dan begitu tersayat butiran kaca bukan hanya berdarah tapi ngilu
sampai ke garis nadi terdalam.
Ini
bukan putung rokok, tapi asapnya berhamburan sehingga memaksa siapa saja
untuk menghirupnya dan tanpa sadar hilang termakan api.
Ini
bukan harga diri, tapi kita bela dan pertahankan sampai tanda seru berubah
menjadi titik.
Ini
bukan sinterklas, tapi ia bisa memberikan kejutan dengan caranya sendiri, yang terkadang kita pun bingung menyikapinya.
Ini
bukan pintu, tapi harus ada yang dipersilahkan masuk dan ada hukum alam
setelahnya, yaitu mengantarkan yang masuk tersebut untuk pulang dengan senyuman
lalu menutupnya kembali.
Tuhan
kembali menguji saya. Dengan caranya yang paling juara yaitu Kehilangan.
Sebenarnya saya cukup familiar dengan si Kehilangan. Dan, seharusnya saya bisa
bertahan dan membusungkan dada. Namun, pada kenyataannya saya tetap menjadi
anak manis yang cengeng dan rapuh.
Air
mata ini kembali diobaral. Diobral dengan serendah-rendahnya. Tapi saya tetap
sombong dan egois, jangan paksa saya untuk berbagi dengan orang lain. Karena
air mata ini spesial saya persembahkan untuk orang yang disayang.
Ini
nyata. Berikan saya beberapa waktu untuk mencerna, mau disimpan kemana
angan-angan yang belum terlakasana? Bagaimana mungkin meniadakan kehadiran yang
senantiasa selalu ada? Saya masih butuh kenangan bersamanya, mengapa harus ada
paksaan berhenti sampai disini? Kemana saya harus mencari senyum manis yang
dihasilkan si pemilik gigi ginsul ketika saya merindukannya? Kau boleh pergi
dalam waktu yang lama, kemanapun, tapi saya mohon kembalilah. Ini mengapa malah
menyisakan kekagetan dan gejolak batin? Tubuh ini remuk, hati apalagi, siapa
yang pantas disalahkan? tidak ada yang berani menjawab, jika Tuhan sudah campur
tangan.
Sahabatuku
baiu, untuk sementara bermainlah dulu bersama Tuhan. Berceritalah apa yang
belum sempat dikeluhkan lidah. Bersantailah menikamati kebebasanmu dari rasa
sakit yang dititipkan Tuhan beberapa waktu lalu. Bernyanyilah dengan bisikkan
termerdumu ditaman langit. Jika sempat, kemarilah sebentar, peluk saya,
tegarkan saya, usap air mata saya, kuatkan saya. Dan, kita bersama menguasai
kebahagiaan di dunia. Ya, sebagai sahabat kau selalu sukses, sukses dalam menjabarkan tiap lapisan makna dari persahabatan, sehingga meyakinkan saya bahwa hidup ini berarti untuk orang lain. Kini kau kembali sukses, namun kali ini lain, kau sukses menyita perhatianku sehingga saya tidak memperdulikan hal lain, kau sukses memonopoli airmata saya tanpa batas waktu, kau sukses menghentak hati saya tanpa ampun, kau sukses mengubur semua angan yang tak terencana, dan kau sukses mengkasat matakan dirimu dihadapan saya. Semua kau lakukan dengan sukses dan tanpa diskusi dulu kepada saya. Tuhan melarang umatnya
untuk meratap, tapi ratapan ini tak sebanding dengan kehilangan satu detik
tanpamu. Jadi tolong sampaikan maaf saya untuk Tuhan ya, Sahabatku.
*ini postingan blog teremosional bagi saya, selama menulis ini air mata berlomba-lomba ingin secepatnya menghirup bumi dan disertai bayangan kenangan yang setia duduk manis di fikiran.